PERPINDAHAN
FAKTOR PRODUKSI ANTAR NEGARA
KELOMPOK
8
OLEH
:
2. NI
PUTU VIRA DARMA YANTI (1732121371)
3. A.A
SAGUNG INTAN ARYANINGRAT (1732121375)
4. NI
PUTU ANGGI KUSUMADEWI (1732121429)
5. GUSTI
PUTU AYU MEGA SARI (1732121382)
UNIVERSITAS WARMADEWA
FAKULTAS EKONOMI
2017/2018
PERPINDAHAN
FAKTOR PRODUKSI ANTAR NEGARA
Perpindahan
Faktor Produksi antar 2 Negara Teori perdagangan klasik menganggap bahwa faktor
produksi tidak secara bebas pindah dari satu negara ke negara lain. Meskipun
anggapan ini ditiadakan maka prinsip teori perdagangan klasik itu masih tetap
berlaku. Namun apabila analisa perdagangan itu dilakukan dengan memperhatikan
waktu (dinamis) maka akan terpengaruh adanya perpindahan faktor produksi.
Faktor produksi akan pindah dari tempat yang harganya murah ke tempat yang
harganya lebih mahal, dan akhirnya harga faktor produksi akan cenderung sama di
berbagai tempat. Perpindahan faktor produksi ini dapat dianggap sebagai
pengganti perdagangan barang.
Misalnya,
satu negara yang tidak memiliki faktor produksi tenaga kerja yang banyak dapat
mendatangkan (mengimpor) tenaga kerja atau mengimpor barang yang padat tenaga
kerja dari negara yang banyak memiliki tenaga kerja, tentu saja kedua pilihan
ini akan membawa implikasi ekonomi yang berbeda bagi negara penerima dan
pemberi. Migrasi faktor tenaga kerja antarnegara tidak hanya dipengaruhi oleh
faktor ekonomi saja, tetapi juga oleh faktor non ekonomi seperti
misalnya agama, ras dan politik. Untuk faktor ekonomi biasanya migrasi
didasarkan pada perhitungan pendapatan dan biaya. Harapan untuk memperoleh
pendapatan yang lebih tinggi atau standar hidup yang lebih baik merupakan
tujuan pindah ke tempat/negara lain.
Apabila
analisis perdagangan dilakukan dengan memperhatikan waktu, maka akan
terpengaruh adanya perpindahan faktor
produksi. Faktor produksi akan pindah dari tempat yang harganya murah ke tempat
yang harganya mahal dan akhirnya harga faktor produksi akan cenderung sama di
berbagai tempat. Perpindahan produksi dapat dianggap sebagai pengganti
perdagangan barang.
1. Tenaga
Kerja
Implikasi ekonomi perpindahan tenaga kerja dari satu
negara ke negara lain dapat di jelaskan dengan gamber berikut :
Misalkan
ada 2 negara yaitu negara 1 dan negara 2 MVP1 adalah marginal value prodact
negara 1 (nilai pertambahan marjinal produksi) MVP2 adalah marginal value
product negara 2, ON2 adalah jumlah tenaga kerja negara 1 dan O’N2 adalah
jumlah tenaga kerja negara 2. Output
total negara 1 adalah OADN2 output total negara 2 adalah O’BEN2 tingkat
upah negara 1 adalah OW3 tingkat upah negara 2 adalah O’W2.
Ket:
Apabila tenaga kerja dapat bebas pindah dan biaya pindah relatif rendah, maka
akan terjadi perpindahan dari Negara 1 ke Negara 2 sampai tingkat upah sama yaitu ow1 dengan jumlah labor yang pindah sebesar N1N2 Output Total di Negara 1 turun dari OADN2 menjadi OACN1 Output Total di Negara 2 naik dari O'BEN2 menjadi O'BCN1
Kenaikan
produksi negara2 lebih besar daripada turunnya produksi Negara 1 yaitu
sebesar CED. Tingkat upah
untuk tenaga kerja yang tetap tinggal di Negara 1 naik
menjadi OW1, sedangkan tenaga kerja yang tetap tinggal di Negara 2 upahnya
turun menjadi O'W1. Disamping
itu perpindahan tenaga kerja mempunyai efek terhadap distribusi pendapatan dari
pemilik modal dan tanah kepada ketenagakerjaan di Negara 1 dan
sebaliknya terjadi redistribusi di Negara 2.
Di Negara 1 output
sebesar OADN2, dimana OW3DN2 untuk tenaga kerja dan sisanya W3AD untuk faktor
produksi lain (modal dan tanah)Setelah terjadi perpindahan tenaga kerja, output
total kedua negara sebesar OACN, dimana OW1CN1 untuk tenaga kerja dan sisanya
W1AC untuk faktor produksi lainnya.
Bagian yang
diterima oleh tenaga kerja meningkat. Di Negara 2 pada
output total O'BEN2 bagian tenaga kerja dan faktor produksi lain sebesar
O'W2EN2 dan W2BE. Setelah terjadi perpindahan tenaga kerja dari Negara 1, bagian
yang diterima oleh tenaga kerja dan faktor produksi berubah masing-masing
menjadi O'W1CN1 dan W1BC. Sebagai hasil migrasi, di Negara 1 tenaga
kerja semakin berkurang dan di Negara 2 tenaga kerja
semakin bertambah sehingga bagian yang diterima oleh faktor produksi yang
semakin berkurang (di Negara 1)
meningkat.
2. Modal
Seperti
halnya tenaga kerja, modal merupakan sumber pertumbuhan ekonomi suatu negara,
baik modal yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Namun bedanya, modal
relatif lebih mudah pindah dari satu negara ke negara lain dengan tujuan memperoleh
pendapatan. Tentu saja perpindahan ini harus didukung adanya kebijaksanaan
pemerintah yang tidak melarang arus modal masuk dan keluar.
Untuk negara penerima pinjaman luar negeri atau
investasi dari luar negeri dapat mendorong pertumbuhan. Modal asing sangat
perlu manakala negara belum bisa membuat barang modal itu sendiri atau kalau
dibuat sendiri biayanya mahal. Meskipun barang modal itu harus di impor tidak
berarti hanya bisa dibiayai dengan pinjaman luar negeri saja, tetapi juga dapat
dibiayai dari sumber dalam negeri yang diarahkan untuk memproduksi ekspor yang
dengan devisa yang diperoleh dapat dipakai untuk membiayai impor barang modal.
Penentuan besarnya pinjman luar negeri yang harus
diambil untuk pinjaman luar negeri negara peminjam harus membayar biaya bunga.
Apabila pinjaman luar negeri ini dapat mendorong pertumbuhan, kontribusinya
melebihi biaya, maka secara ekonomis tidak menimbulkan masalah.
Misalkan tenaga kerja, teknologi dan faktor produksi
lain tidak berubah maka berdasarkan hukum hasil pertambahan produksi yang
menurun (deminishing return) tambahan modal akan mengakibatkan tambahan hasil
yang semakin menurun. Dalam keadaan demikian dikatakan bahwa daya absorpsi yang
berkaitan dengan modal luar negeri terbatas. Gambar berikut ini menjelaskan
Daya absorpsi modal.
Kurva AM adalah nilai produk marjinal (marjinal
velue prodact). Misalnya OH adalah jumlah modal yang dimiliki maka output total
adalah daerah OACH, dimana BAC menunjukan upah riil yang dibayarkan kepada
factor produksi lainnya dan OBCH menunjukan penerimaan modal yang di
investasikan dengan pendapatan (yield) sebesar OB.
Misalnya
Negara itu mengadakan pinjaman luar negeri sehingga modal total menjadi OJ.
Output total naik menjadi OAGJ, dengan kenaikan sebesar HCGJ dan pendapatan
factor produksi (return) naik dan DBCG menjadi DAG. Dari jumlah modal sebesar
OJ, yang dimiliki oleh Negara itu hanya OH, sehingga penghasilan nya turun dari
OBCH menjadi ODEH.Sisanya yang sebesar HEGJ dibayarkan kepada pemilik modal
luar negeri.
Pendapatan
pemilik modal dalam negeri turun sebesar DBCE dan pindah kepada pemilik factor
produksi lainnya yang produktivitasnya naik. Output total naik dengan HCGJ,
dimana yang sebesar ECG untuk factor produksi non modal dan sisanya sebesar
HEGJ dibayarkan kepada pemilik modal luar negeri pada pendapatan sebesar OD.
Dalam kondisi nilai produk marjial yang menurun pinjaman luar negeri cenderung
menyebabkan terjadinya redistribusi pendapatan dari pemilik modal kepada
pemilik factor produksi lainnya di negara yang mengimpor modal.Tentu saja hal
ini akan terjadi apa bila kita anggap kurva nilai produk marjinal stabil (tidak
bergeser)
Apabila
pemilik modal luar negeri menghendaki pendapatan sebesar OD, maka absorpsi
total untuk pinjaman luar negeri Negara itu sebesar HJ. Jika kurva nilai produk
marjinal produk turun, misalnya menjadi CM’ maka absorpsi modal negara turun
menjadi HL penambahan modal melebihi OH apabila tidak produktif dan dengan
demikian pendapatan nol, maka daya absorpsi modal negara itu juga akan nol.
Dalam kaitan dengan ini, apabila kita bicara daya absorpsi modal maka yang
perlu diperhatikan adalah lereng kurva nilai produk marjinal diatas modal yang
sudah tersedia di dalam negeri (sebelah kanan C)
Perpindahan
Modal Antar dua
Negara
Dalam
subbab ini akan dijelaskan implikasi ekonomi tranfer modal antar dua negara,
yakni negara I (maju) dan II (negara berkembang) seperti gambar berikut:
Modal
keseluruhan yang dimiliki oleh kedua negara adalah OO, di mana negara I (maju)
memiliki sebanyak OC dan negara II (berkenbang) sebanyak O’C. Kurva nilai
produk marjinal masing-masing adalah MVPI dan MVPII.
Dalam keadaan persaingan, persaingan faktor produksi (retum) akan sama dengan
nilai produk marjinal.
Sebelum
adanya transfer modal, negara I akan menanamkan modal seluruhnya (OC) di dalam
negeri dengan pendapatan sebesar OK.
Output
total OXGC di mana OKGC diterima oleh pemilik modal dan KXG untuk faktor
produksi lainnya (tanah dan tenaga kerja). Sama halnya di negara II semua
modalnya (O’C) ditanam di dalam negeri dengan pendapatan sebesar O’J, output
total O’YIC dimana O’JIC diterima oleh pemilik modal dan sisanya (JYI) diterima
oleh pemilik faktor produksi lainnya.
Dengan
adanya tranfer modal dari negara I ke negara II, maka negara I akan menanamkan
sebanyak OD di dalam negeri dan DC ditranfer ke negara II dengan pendapatan
sebesar OE. Output total negara I sebesar OXFD masih harus ditambah dengan yang
harus diperoleh dari negara II sebesar DFHC sehingga diperoleh pendapatan
nasional sebesar OXFHC. Dengan transfer modal ini pendapatan negara I naik
sebesar FHG (yakni OXFHC – OXGC = FHG), sehingga negara pemberi pinjaman
(negara I) memperoleh keuntungan. Pendapatan untuk faktor produksi nonmodal
turun dari KXG menjadi EXF dan pendapatan modal naik dari OKGC menjadi OEHC.
Untuk
negara penerima pinjaman (negara II) masuknya modal sebesar CD menyebabkan
pendapatan menurun dari O’J menjadi O’L. Output naik dari O’YIC menjadi O’YFD
atau sejumlah CIFD (yakni O’YFD – O’YIC = CIFD). Dari kenaikan ini sejumlah
CGFD dibayarkan kepada pemilik modal negara I sehingga keuntungan yang berupa
kenaikan pendapatan negara II adalah HIF (yakni CIFD – CHFD = HIF). Pendapatan
untuk pemilik modal dalam negeri turun dari O’JIC menjadi O’LHC, sedang
pendapatan pemilik faktor produksi nonmodal naik dari JYI menjadi LYF.
Secara
keseluruhan (negara I dan II) produksi total mengalami kenaikan dari OXGC +
O’YIC menjadi OXFD + O’YFD atau nilai produk marjinal maka akan makin besar
keuntungan yang diterima melalui pinjaman luar negeri.
Kesimpulan
Dari
uraian di atas nampak bahwa ekonomi dunia akan memperoleh keuntungan dengan
adanya transfer faktor produksi (tenaga kerja dan modal) yang ini mirip dengan
keuntungan yang timbul karena perdagangan internasional (barang) seperti yang
dikemukakan oleh teori Klasik. Satu negara yang tidak memiliki faktor produksi
tenaga kerja dalam jumlah banyak dapat mendatangkan tenaga kerja. Kedua cara
ini akan mendatangkan keuntungan. Sebaliknya negara yang banyak memiliki modal
dapat menjual/mengekspor/barang yang padat
modal atau mentransfer modal untuk memperoleh pendapatan di luar negeri.
Output dunia akan naik dengan adanya realokasi faktor produksi dari negara yang
nilai produk marjinalnya rendah ke negara yang nilai produk marjinalnya lebih
tinggi, apakah melalui perdagangan barang atau transfer faktor produksi.
Seperti pada perdagangan barang perpindahan faktor produksi dapat mempengaruhi
distribusi pendapatan antarnegara (factor price equalization).
Dalam
kondisi tertentu, nilai produk marjinal (terutama modal) turun dengan tajam.
Apabila hal ini tidak diatasi maka akan timbul masalah pembayaran pinjaman.
Salah satu alternatifnya adalah dengan mengundang investasi langsung dari luar
negeri, misalnya perusahaan multinasional.
The more intense competition within the similar
business as well as happened in the business of making sausages, especially in
Denpasar city. PT. Aroma was one of the companies in Denpasar that
produces sausages, corned beef, and nuggets. In an effort to attract consumers
to buy sausages, companies pay attention to product quality, price, and
promotion. The attitude of each consumer varies before buying and in buying
products. Consumer considerations in buying the products that need to be
considered by marketers, so that products that are marketed can be accepted and
would be bought by the consumers. The linear regression line equation: Y =
0.1920 + 0.2145 X1 + 0.2592 X2 + 0.3828 X3 explains that there was a
simultaneous positive influence between product quality, price, and promotion
on the buying decision of sausage. The result of t-test of regression
coefficient obtained t1-count was 3,3628, t2-count was 3,9879 and t3-count was
6,2641 bigger than t-table equal to 1,980 was in rejection region Ho, hence Ho
rejected or Hi accepted. It meant it was true, that there was a positive
influence simultaneously between the marketing mix and the consumer buying
decision.
DAFTAR
PUSTAKA
Dr.Soelistyo.TT.EKONOMI INTERNASIONAL.Yogyakarta:Luberty
Tidak ada komentar:
Posting Komentar